Jurnal IDN – PT Putra Borneo Mandiri (PBM) melalui kuasa hukumnya, Kantor Hukum Candra Surya & Partners, memberikan tanggapan atas pemberitaan tentang tidak ada lagi Kerjasama antara PT. Global Bara Mandiri (GBM) dengan PT. Putera Borneo Mandiri dengan dikeluarkannya putusan perkara No. 356/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL.
Tanggapan ini sekaligus menegaskan Legal Standing dan Legal Positioning PT. Putera Borneo Mandiri terhadap perjanjian Kerjasama antara PT. Putera Borneo Mandiri yang telah melakukan investasi sejak ijin PT. Global Bara Mandiri masih berstatus IUP-Eksplorasi namun sampai dengan sekarang PT. Putera Borneo Mandiri belum mendapatkan hak pengelolaan yang dijanjikan oleh PT. Global Bara Mandiri.
Menurut Candra Surya, S.H., bahwa perjanjian Kerjasama PT. Putera Borneo Mandiri dan PT. Global Bara Mandiri telah mempunyai kekuatan hukum tetap berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam perkara wanprestasi No. 490/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL yang dikuatkan oleh putusan pengadilan Tinggi Jakarta No.395/Pdt/2018/PT.DKI, diperkuat lagi oleh Putusan Mahkamah Agung-RI No.1851 K/Pdt/2019 dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI No. 981/PK/Pdt/2021, yang memutuskan bahwa perjanjian antara GBM dan PBM adalah sah dan mengikat menurut hukum.
Menurutnya lagi didalam perjanjian tersebut PT. GBM harus memberikan hak penggelolaan tambang kepada PBM dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah mengeluarkan penetapan eksekusi Nomor: 33/EKS.PDT/2020 Jo. No. 490/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL tertanggal 25 Maret 2025 yang harus dilaksanakan PT GBM.
Selain itu, PT. PBM menyoroti pelaksanaan Penetapan Eksekusi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor: 33/EKS.PDT/2020 Jo. No. 490/PDT.G/2017/PN.JKT.SEL tertanggal 25 Maret 2025.
Mereka menegaskan bahwa PT. GBM hanya menyerahkan sebagian dokumen, yakni IUP OP asli, padahal penetapan eksekusi mencakup keseluruhan dokumen penting yang diperlukan agar penambangan dapat segera dilaksanakan.
“PT GBM belum sepenuhnya melaksanakan kewajibannya, termasuk menyerahkan hak pengelolaan tambang secara eksklusif kepada PBM sesuai Memorandum of Understanding dan perjanjian kerja sama yang sudah mengikat,” ujar Candra.
Ia juga menepis dalih PT. GBM bahwa perjanjian dengan PT. PBM telah berakhir berdasarkan Putusan No. 356/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL, karena dalam perkara tersebut PT. PBM sama sekali tidak terlibat dan PBM bukan sebagai pihak.
Ditambahkan kuasa hukum PT. PBM lainnya, Ibnu Irawan, S.H., GBM diminta membaca putusan-putusan hukum terkait secara menyeluruh, bukan sepotong-sepotong.
“Pokok perkara dalam putusan perbuatan melawan hukum No. 356/Pdt.G/2022/PN.JKT.SEL bukan tentang pembatalan perjanjian kerja sama, melainkan tentang pembatalan akta pernyataan rapat di internal GBM. Jadi klaim bahwa perjanjian dengan PBM telah berakhir itu tidak benar,” tegas Ibnu.
PT. PBM juga menekankan bahwa keberatan GBM atas aktivitas mereka di lapangan tidak memiliki dasar hukum sama sekali. Berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, kegiatan PBM di lapangan sah karena semata-mata menjalankan perintah eksekusi.
“Kami berharap GBM segera melaksanakan penetapan eksekusi secara utuh dan menyeluruh, karena setiap upaya menunda atau menghalangi pelaksanaan perintah pengadilan adalah perbuatan melawan hukum yang bisa menimbulkan kerugian lebih lanjut dan akan ada sanksi hukum atas tindakan tersebut,” tandas Candra.
Saat ini PBM akan berkoordinasi dengan semua pihak-pihak terkait untuk memastikan eksekusi dapat dijalankan sesuai hukum yang berlaku dan meminta GBM untuk menghormati putusan pengadilan dan tidak lagi mencari-cari alasan yang justru memperkeruh keadaan. (DN)