Jurnal IDN – Operasional tambang ilegal kembali jadi sorotan publik. Kali ini, dugaan praktik tambang bauksit ilegal di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat (Kalbar) mencuat.
Adalah Dewan Pimpinan Daerah Badan Advokasi Penyelamat Aset Negara Kepulauan Riau (DPD BAPAN Kepri) melaporkan hal ini kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),
Laporan ini menyoroti dugaan operasi pertambangan tanpa izin yang diduga berlangsung sejak 2008 hingga 2025 tanpa penindakan signifikan.
Pelaporan dilakukan setelah tim BAPAN melakukan verifikasi lapangan dan menemukan aktivitas tambang yang masih beroperasi.
“Hari Selasa tambang itu masih beroperasi. Kami melapor karena aktivitas ini merugikan negara dalam jumlah besar. Penegakan hukum harus adil, transparan, dan konsisten,” kata Ahmad Iskandar Tanjung, perwakilan BAPAN Kepri di kantor Direktorat Penegakan Hukum (Gakum) Kementerian ESDM, Rabu (3/12).
BAPAN menuding aktivitas penambangan dilakukan oleh PT MKU dan PT KBM, sementara hasil tambang disebut dijual ke PT BAE di Bintan.
Ketiga perusahaan tersebut, menurut Ahmad, diduga berada di bawah kendali satu orang berinisial S.
“Ini one man show. Izin tidak ada, dokumen jaminan reklamasi tidak ditemukan, tapi bisnis tetap berjalan,” katanya.
Ia menyebut proses jual beli bauksit berlangsung rapi meski perizinannya diduga tidak pernah terbit.
BAPAN juga menyoroti absennya dokumen izin usaha pertambangan (IUP), serta tidak adanya jaminan reklamasi dan pasca tambang sebagaimana diwajibkan dalam aturan mineral dan batubara.
“Ini melanggar UU Minerba, dan aktivitasnya berlangsung bertahun-tahun tanpa tindakan,” ujar Ahmad.
Ahmad juga mempertanyakan kewenangan Syahbandar yang diduga memberi izin pengiriman hasil tambang dari Sanggau menuju Kepulauan Riau.
“Apa alasan Syahbandar memberi izin pengiriman?” tandasnya.
Ia menegaskan bahwa hal tersebut perlu ditelusuri karena pengiriman hasil tambang tanpa izin kerap terjadi dan sering dianggap sebagai praktik lumrah.
Tidak hanya itu, BAPAN juga meminta klarifikasi aparat kepolisian dan pemerintah daerah terkait dugaan pembiaran sejak 2008.
“Kapolda Kalbar ke mana? Gubernurnya ke mana? Ini harus dijawab,” tegas Ahmad.
Selain aspek hukum dan kerugian negara, BAPAN menyoroti potensi kerusakan lingkungan yang muncul akibat penambangan ilegal.
Ahmad menyinggung hubungan antara hilangnya tutupan hutan di kawasan tambang dengan meningkatnya risiko banjir dan longsor di berbagai daerah.
“Pohon di atas tambang itu pasti ditebang. Resapan air hilang. Itu memicu bencana,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan, baik yang sudah terjadi maupun yang akan datang akan ditanggung masyarakat.
BAPAN menegaskan, laporan ke Kementerian ESDM ini bukan langkah terakhir. Ahmad menyebut pihaknya tengah menyiapkan laporan lanjutan ke Satgas PKH dan Istana Presiden jika tidak ada tindak lanjut tegas.
“Pak Presiden bilang siapa pun jenderalnya, tindak tegas. Kami mendukung Presiden Prabowo Subianto untuk menertibkan tambang ilegal,” tegas Ahmad.
Ia juga menegaskan BAPAN siap membuka seluruh temuan jika proses penegakan hukum mandek.
Kasus dugaan tambang bauksit ilegal di Sanggau membuka kembali persoalan serius tata kelola pertambangan di Kalimantan Barat dengan dugaan operasi tanpa izin selama 17 tahun dan potensi kerugian negara yang bisa mencapai miliaran hingga triliunan rupiah serta ancaman kerusakan lingkungan yang mengintai masyarakat.
“Ini bukan tambang kecil. Ini sangat besar. Negara harus hadir,” tegas Ahmad. (DN)