Jurnal IDN- Dugaan tindak pidana korupsi terkait penerbitan Surat Hak Guna Bangun (SHGB) di atas laut di Kabupaten Tangerang diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, proses penyelidikan dilakukan melalui pengumpulan barang bukti.
“Kami secara proaktif sesuai kewenangan kami melakukan pengumpulan bahan-bahan, data dan keterangan,” kata Harli kepada wartawan seperti dikutip (Jumat, 31/1/2025).
Harli menambahkan, tim penyelidik Kejagung juga bakal berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memperjelas kasus dugaan korupsi ini. Ia membenarkan ihwal surat permintaan sejumlah dokumen kepada Kepala Desa Kohot. Hal tersebut, sebagai bagian dari proses pengumpulkan keterangan.
“Karena ini sifatnya penyelidikan, karena ini kan belum pro justisia, nah di sini perlu ada kehati-hatian kami juga dalam menjalankan tugas ini. Kenapa? Karena ini sifatnya penyelidikan, pulbaket. Jadi tidak mendalam seperti katakanlah proses penyidikan dan seterusnya. Kami hanya mengumpulkan bahan data keterangan,” ungkapnya.
Kejagung berharap kementerian atau lembaga lain juga turut menyelidiki kasus tersebut. Jika memang terindikasi korupsi, maka ini menjadinkewenangan Kejagung.
“Kita mengharapkan jika misalnya kementerian atau lembaga ini dalam pemeriksaan pendahuluannya menemukan ada peristiwa pidana di sana, tentu kita akan lihat peristiwa pidana seperti apa. Apakah ada peristiwa pidana terindikasi tidak pidana korupsi atau bukan,” ucapnya.
“Kalau misalnya terindikasi ada tindak pidana korupsi katakanlah dalam penerbitannya dan seterusnya ada suap gratifikasi, nah tentu ini menjadi kewenangan kami,” sambung Harli.
Diketahui, belakangan isu pagar laut dan sertifikat di atas wilayah laut kerap menjadi sorotan, salah satunya seperti yang terjadi di Tangerang. Pagar laut sepanjang 30 kilometer terbentang melintasi area sejumlah desa di Tangerang. Di dalamnya terdapat Sertifikat HGB yang dimiliki sejumlah perusahaan yang terkait dengan Agung Sedayu. TNI AL pun menginisiasi pembongkaran pagar laut yang menghalangi akses nelayan untuk mencari ikan di laut itu sejak 18 Januari 2025 lalu. (FRG).