Search
Close this search box.

Isu Dampak Kenaikan PPN 12 Persen Sangat Politis, Masyarakat Diimbau Tak Terpengaruh

JURNALIDN – Polemik seputar rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025 terus menjadi sorotan masyarakat. Salah satunya datang dari kalangan mantan Akrivis 98, Yoega Diliyanto.

Bukan soal dampak kenaikan PPN menjadi 12 persen itu, Yoega menyoroti nuansa politis yang kental di balik beredarnya isu negatif di baliknya.

Menurutnya, kenaikan PPN tersebut sudah disahkan menjadi UU no 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam UU itu disebutkan, kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan menjadi 12 persen pada 2025.

Karena itulah, lanjut Yoega, rencana kenaikan PPN 12 persen jelas menjadi komoditas politik pihak-pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

“Pihak-pihak yang memainkan isu tersebut kenaikan PPN menjadi 12 persen jelas ingin menjatuhkan moril pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Koordinator Alumni KM Jayabaya ini, pada awak media, Minggu (22/12/2024).

Yoega Diliyanto

Menurutnya, jika dicermati lebih dalam, isu tersebut kini dimainkan oleh salah satu partai politik yang berada di luar pemerintahan.

Dan dalam pengamatannya, justru partai politik itulah yang memiliki andil besar dalam lahirnya kebijakan naiknya PPN menjadi 12 persen tahun depan.

“Saya rasa masyarakat sudah cerdas untuk menilai partai politik mana yang saya maksud, kita semua tahu pada periode lalu DPR RI dipimpin oleh siapa,” timpalnya.

Karena itulah, ia meminta masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan isu kenaikan PPN menjadi 12 persen ini.

Sebab ia yakin betul, isu ini murni politis dan publik seakan digiring untuk ikut menyudutkan pemerintahan Prabowo Subianto.

“Rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen sudah diundangkan dari 2021 dan hanya ada satu fraksi yang menolak, jadi jelas ini sudah menjadi komoditas politik,” pungkasnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Wihadi Wiyanto mengatakan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan produk legislatif periode 2019-2024 dan diinisiasi oleh PDI Perjuangan (PDIP).

“Kenaikan PPN 12 persen itu adalah merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan menjadi 11persen tahun 2022 dan 12 persen hingga 2025, dan itu diinisiasi oleh PDI Perjuangan,” kata Wihadi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (22/12/2024).

Legislator dari Fraksi Gerindra itu mengatakan bahwa Panitia Kerja (Panja) pembahasan kenaikan PPN yang tertuang dalam UU HPP saat itu diketuai oleh Fraksi PDIP.

Fakta ini makin tak terbantahkan, karena pada periode 2019-2024, DPR RI dipimpin oleh Puan Maharani yang merupakan politikus PDIP.

Karena itulah, Wihadi menilai, sikap PDIP yang saat ini menolak kenaikan PPN menjadi 12 persen sangat bertolak belakang saat membentuk UU HPP itu. my

Share the Post:

Related Posts