Jurnal IDN — Rumah produksi Project69 (P69) kembali mengguncang industri perfilman nasional dengan karya terbarunya berjudul ‘Yang Terluka’, sebuah film drama thriller sosial yang menyelami realitas kelam perempuan korban kekerasan seksual berbasis digital.
Film ini tak hanya menawarkan kisah emosional, tapi juga menjadi bentuk perlawanan terhadap budaya diam dan victim-blaming yang masih kuat di masyarakat.
Disutradarai Rico Michael, yang juga menulis naskah film ini, ‘Yang Terluka’ hadir sebagai potret getir perempuan modern yang direnggut martabatnya di ruang digital.
Rico menuturkan bahwa ide film ini muncul dari keprihatinan terhadap maraknya kasus penyebaran konten intim tanpa izin, pemerasan berbasis digital, hingga manipulasi wajah (deepfake) yang menimpa perempuan di Indonesia.
“Di tengah derasnya arus media sosial dan penyebaran informasi digital, banyak perempuan menjadi korban kekerasan seksual berbasis digital. Tubuh mereka dieksploitasi, harga diri mereka direnggut, dan suara mereka dibungkam sistem yang sering kali memihak pelaku,” ujar Rico Michael dalam acara Ramah Tamah bersama media di Jakarta, Sabtu (11/10).
Ia mengungkapkan, beberapa kisah nyata menjadi inspirasi lahirnya film ini. Di antaranya tragedi seorang perempuan di Malang yang bunuh diri setelah video intimnya tersebar, serta kasus siswi SMA di Kalimantan Barat yang diancam mantan pacarnya karena menolak menjalin hubungan kembali. Tak ketinggalan, ia juga menyoroti fenomena konten deepfake yang belakangan melibatkan sejumlah selebritas perempuan Indonesia.
“Masih ada ratusan laporan ke Komnas Perempuan yang belum ditangani tuntas. Dari situ saya merasa, kita butuh ruang baru untuk bicara tentang luka ini dan film menjadi medianya,” tambah Rico.
Produser Donnie Sjech mengungkapkan bahwa film ini akan menghadirkan jajaran aktor dan aktris lintas generasi, seperti Vinessa Inez, Dennis Adhiswara, Chika Waode, Dwi Sasono, Rifky Balweel, Fanny Ghassani, Jinan Safa, Sari Koeswoyo, dan Gibran Marten. Beberapa nama tersebut sebelumnya juga tampil dalam debut film P69, ‘Dalam Sujudku’.
Menurut Donnie, ‘Yang Terluka’ bukan hanya sekadar tontonan, melainkan “panggilan nurani”.
“Film ini ingin mengubah narasi tentang perempuan. Kami ingin menyampaikan bahwa malu bukan milik korban, tapi pelaku. Tubuh dan martabat perempuan tidak boleh dijadikan alat penghakiman,” tegas Donnie.
Ia berharap film ini bisa menjadi pemicu empati publik dan mendorong ruang diskusi lebih luas soal kekerasan berbasis gender di Indonesia.
“Di balik setiap kisah yang kami tampilkan di layar, ada suara yang menunggu untuk didengar dan luka yang harus disembuhkan,” ujarnya.
Donnie menambahkan, saat ini tim P69 telah menyelesaikan fase workshop dan reading, dan proses syuting direncanakan dimulai pada pertengahan November 2025.
Film ‘Yang Terluka’ diharapkan bisa tayang di bioskop pada pertengahan 2026 dan menjadi salah satu film Indonesia paling berani yang menyoroti isu kekerasan digital terhadap perempuan.
Dengan tema yang relevan dan kekuatan emosional yang tinggi, ‘Yang Terluka’ diyakini akan menjadi “tamparan keras” bagi masyarakat digital yang sering menormalisasi pelecehan dan memihak pelaku. (DN)