Jurnal IDN – Pengadilan Negeri (PN) Padang, Sumatera Barat menggelar sidang lanjutan kasus penembakan yang menewaskan Kasatreskrim Polres Solok Selatan, Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar pada Rabu (9/7).
Dalam sidang yang menyita perhatian publik dan institusi kepolisian ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat saksi ahli dari berbagai bidang: radiologi, digital forensik, balistik, dan DNA. Dari keempatnya muncul fakta-fakta mengejutkan.
Terdakwa dalam perkara ini adalah Bripka Dadang, anggota aktif Polres Solok Selatan yang diduga kuat sebagai pelaku tunggal dalam insiden berdarah tersebut. Ia hadir dalam persidangan didampingi tim kuasa hukumnya, yang dipimpin Sutan Mahmud.
Dokter Tiara, ahli radiologi dari RS Bhayangkara Padang, mengungkapkan hasil pemeriksaan jenazah korban menggunakan CT Scan.
Ia menjelaskan bahwa ditemukan patah pada tulang pelipis kiri dan kanan, serta retakan pada tulang leher korban.
“Patah tulang memungkinkan masuknya udara ke rongga otak. Dalam kasus ini, ditemukan udara di batang otak, yang dapat menyebabkan kematian seketika,” terang dr. Tiara di hadapan majelis hakim.
Sementara itu, ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri, Hery Prianto menyampaikan, hanya 9 dari 16 unit kamera pengawas di lingkungan Polres Solok Selatan yang berfungsi baik. Ia juga menyoroti kualitas gambar yang buruk dan ketidaksesuaian waktu rekaman.
“Jam rekaman CCTV lebih cepat dua jam dari waktu sebenarnya. Selain itu, saya hanya menerima salinan digital dan tidak mengetahui posisi kamera secara langsung,” ungkap Hery, yang juga memeriksa sejumlah ponsel milik korban dan terdakwa.
Dari sisi balistik, Sopan Utomo dari Mabes Polri menegaskan bahwa luka tembak yang ditemukan pada tubuh korban sangat sesuai dengan tembakan dari jarak dekat tanpa penghalang.
“Efek tembakan jarak dekat sangat fatal. Barang bukti seperti senjata, peluru, selongsong, dan pakaian korban telah kami uji dengan teliti,” jelas Sopan.
Kemudian, Irfan Rofik, ahli DNA dari Mabes Polri, menyatakan bahwa hasil uji DNA darah korban ditemukan pada beberapa barang bukti yang diamankan dari lokasi kejadian, seperti jaket, jam tangan, dan proyektil.
“Semua sampel diterima dalam kondisi tersegel dari Polda Sumbar. Hasilnya memperkuat keterkaitan antara korban dan TKP,” katanya.
Meski keterangan para ahli menjadi sorotan penting dalam sidang, tim kuasa hukum Bripka Dadang menyampaikan keberatan.
Mereka mempertanyakan metode pengambilan serta validitas analisis sejumlah barang bukti yang dipaparkan para saksi ahli.
Sidang ini sendiri berjalan di bawah pengamanan ketat dan dipimpin Ketua Majelis Hakim Adityo Danur Utomo yang didampingi hakim anggota Irwan Zaily dan Jimmi Hendrik Tanjung.
Sidang diputuskan untuk ditunda hingga pekan depan guna mendengarkan keterangan tiga saksi ahli tambahan.
Majelis hakim akan kembali memanggil tiga saksi ahli yang belum sempat memberikan keterangan, yaitu:
- Wijaya Karya – Ahli Poligraf
- Hery Cahyono – Ahli Pusinafis
- dr. Wahyu Hidayati – Ahli Forensik
Mereka dijadwalkan hadir dalam sidang pada Rabu (16/7) dan Kamis (17/7) mendatang.
Sebelumnya, dua ahli lain, yaitu dr. Insil Pendri Hariyani (Ahli Forensik) dan Prof. Dr. Dadang Herli Saputra (Ahli Pidana) telah lebih dulu memberikan kesaksian.
Kasus ini menjadi sorotan nasional karena melibatkan anggota polisi aktif sebagai terdakwa dan korban.
Proses hukum pun menjadi ujian transparansi dan integritas institusi kepolisian dan peradilan dalam menangani kasus internal yang serius dan sensitif. (NVR)